Selasa, 23 April 2013

SEKANTONG RECEHAN

By Jampang
Beberapa tahun yang lalu, saya dan teman-teman sekantor melaksanakan acara wisata ke daerah Cirebon. Ada beberapa tempat yang kami dikunjungi mulai dari musium sampai situs bengunan bersejarah.

Namun ada salah satu dari tempat wisata yang telah kami kunjungi tersebut kembali datang dalam ingatan saya. Tempat wisata berupa beberapa kolam yang luas yang penuh dengan ikan. Di salah satu kolam tersebut, terdapat sekumpulan anak-anak yang sedang berenang ke sana-kemari dan sesekali mereka menyelam ke dasar kolam. Rupanya mereka sedang mengumpulkan uang receh yang dilemparkan oleh para pengunjung ke dalam kolam. Mereka tidak mau bila uang receh tersebut langsung diberikan ke tangan mereka. Mereka lebih senang bila uang receh itu disebar ke dalam kolam dan mereka saling berlomba-lomba untuk mengumpulkan sebanyak mungkin. Jadilah sebuah atraksi yang cukup menghibur bagi para pengunjung.

Ingatan tersebut datang kembali setelah saya menyaksikan sebuah iklan komersial di tv, walalupun dengan setting yang berbeda. Iklan tersebut memberikan gambaran yang kurang lebih sama dengan apa yang pernah saya lihat dulu.

Ada bagian yang menarik dari iklan tersebut yang menggambarkan salah seorang dari anak-anak pengumpul uang receh itu melihat sebuah resoran dengan makanan lezat yang menggugah selera. Ingin sekali ia mengajak teman-temannya untuk mencicipi makanan di restoran tersebut. Keesokan harinya ia berkumpul dengan teman-temannya sambil menghitung uang receh yang telah mereka kumpulkan bersama-sama. Setelah dirasakan cukup untuk membeli makanan, mereka pun membawa sekantong uang receh tersebut menuju resotoran.

Setelah sampai di restoran mereka pun memesan makanan. Ketika menunggu makanan disiapkan oleh pelayan, salah seorang dari mereka melihat sebuah tayangan di tv yang mengabarkan bahwa telah terjadi sebuah bencana besar di daerah lain, dan para korban di sana sangat membutuhkan bantuan yang sangat besar. Anak tersebut merasa perlu menolong mereka. Ia pun langsung membatalkan pesanan makanan yang sebenarnya sudah selesai diungkus oleh pelayan.

Sesaat kemudia ia mengajak teman-temannya membawa uang receh mereka yang tadinya untuk membeli makanan lezat ke sebuah posko korban bencana alam. Ia menyerahkan semua uang receh tersebut kepada petugas di sana. Sambil tersenyum ia pun menghampiri teman-temannya yang menunggu dalam kebingungan dan bertanya-tanya apa yang sedang dilakukannya. Sambil tersenyum mungkin ia berkata kepada teman-temannya, "Para korban bencana itu lebih memerlukan uang receh tersebut daripada kita. Kita bisa mengumpulkannya lagi dan kita akan membeli makan lezat di restoran tadi."

Teman-temannya tersenyum, lalu mereka berjalan bersama dalam sebuah bahagia.

Iklan tersebut, walaupun bersifat komersial karena bertujuan memasarkan sebuah produk, setidaknya mengingatkan kita untuk memperhatikan saudara-saudara kita yang sedang tertimpa bencana dan membutuhkan bantuan, yang mengalami kesusahan dan membutuhkan bantuan, dan yang hidup dalam keadaan ekonomi di bawah kita.

Iklan tersebut juga mengingatkan kita bahwa untuk membantu saudara-saudara kita, yang terbaiklah yang kita berikan. Seperti kisah anak-anak tadi yang memberikan apa yang paling berharga yang mereka miliki.

Saya jadi teringat dengan perumpamaan yang disampaikan oleh seorang ustadz dalam sebuah pengajian. Ustadz tersebut mengajukan pertanyaan kepada para jama'ah, "Bila Bapak dan Ibu mendapatkan sebuah arisan sebesar 20 juta rupiah, lantas Bapak dan Ibu ingin membeli sebuah sepeda motor, kira-kira Bapak dan Ibu akan membeli yang harganya 6 juta, 8 juta, 10 juta, 12 juta, atau 14 juta?"

Para jama'ah kompak menjawab, "Yang 14 juta."

Lantas Ustadz tersebut mengajukan pertanyaan kembali, "Sekarang di dompet atau saku ibu ada uang 20 ribu, yang terdiri dari selembar 10 ribuan, selambar 5 ribuan, dan lima lembar seribuan. Lantas ada kotak amal lewat di depan Bapak dan Ibu. Kira-kira yang mana yang Bapak dan Ibu masukkan ke dalam kotak amal tersebut?"

Para jama'ah menjawab sambil tertawa keci namu tetap kompak, "Yang seribu."

Begitulah barangkali gambaran umum dari saya dan sebagian orang. Ketika ingin memenuhi kebutuhan, ingin yang terbaik. Namun bila untuk membantu orang lain, berinfaq dan bersedekah, yang diberikan adalah bukan yang terbaik, tetapi yang sudah tidak disukai, sudah tidak terpakai atau bahkan sudah tidak diperlukan lagi.

Anda setuju dengan gambaran tersebut? Mudah-mudahan Anda tidak setuju, karena Anda bisa membuktikan bahwa gambaran tersebut tidaklah berlaku bagi Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar